Haram atau makruh tahrim mengerjakan shalat -kecuali sholat yang mempunyai sebab dan shalat di tanah suci Mekah - pada lima waktu.
Hadits yang menjelaskan bolehnya shalat di tanah suci tanpa dibatasi waktu yaitu
"Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah melarang orang yang hendak thawaf di Baitullah ini, atau sholat kapan saja, malam atau siang hari."
(HR. Imam Tirmidzi dan periwayat lainnya. Menurutnya, hadits ini Hasan Shahih).
Shalat yang mempunyai sebab itu seperti mengqadha shalat yang tertinggal, baik fardhu maupun sunnah, meskipun mengqadha shalat sunnah menjadi rutinitas (wirid) mengingat sebabnya telah lebih dulu. Hal ini diperkuat oleh Sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam:
"Kafaratnya orang yang meninggalkan shalat ialah menunaikannya ketika dia ingat."
(HR. Bukhari-Muslim dan lainnya dari Anas bin Malik).
Dan hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah shalat setelah 'Asar dua rokaat, lalu beliau bersabda, " Dua rokaat tersebut adalah dua rokaat sholat sunnah setelah Dhuhur." Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam selalu mengerjakannya (dua rokaat setelah Dhuhur) sampai wafat.
Contoh shalat yang mempunyai sebab lebih dulu yaitu shalat Kusuf (Gerhana), Istisqa'(Memohon Hujan), Tahiyatul Masjid, Sunah Wudhu, Sujud Syukur, dan Sujud Tilawah. Sedangkan sholat sunnah yang mempunyai sebab yang bersamaan yaitu dua rokaat thawaf, shalat jenazah, dan shalat istisqa'. Dalam ash-Shahihain disebutkan tentang taubatnya Ka'ab bin Malik, bahwa dia (Ka'ab) bersujud syukur setelah sholat subuh sebelum matahari terbit.
Diceritakan pula dalam Hadis Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Bilal Radhiyallahu 'anhu, "Wahai Bilal, ceritakan padaku, perbuatan apa yang telah engkau kerjakan dalam Islam hingga aku mendengar langkah sandalmu di surga?
Bilal Radhiyallahu 'anhu menjawab, "Saya tidak melakukan perbuatan yang lebih saya harapkan selain jika saya selesai wudhu, baik pada malam atau siang hari, maka saya shalat sebagaimana ditetapkan kepada saya."
Adapun shalat yang mempunyai sebab terakhir yaitu seperti dua rokaat istikharah dan shalat sunnah ihram. Shalat seperti ini jika dilakukan pada waktu makruh, hukumnya tidak sah, seperti halnya shalat yang tidak mempunyai sebab.
Kelima waktu yang diharamkan atau makruh tahrim menunaikan shalat adalah
sebagai berikut:
1. Waktu matahari terbit sampai naik setinggi tombak.
2. Waktu Istiwa' atau zawal (matahari tergelincir sebelum masuk waktu Dhuhur) kecuali pada hari Jum'at sampai waktu ini berlalu.
3. Waktu matahari berwarna kekuning-kuningan sampai matahari terbenam, baik sudah melaksanakan Shalat 'Asar maupun belum.
4. Waktu setelah shalat subuh sampai matahari naik setinggi tombak dalam pandangan mata. Karena ada larangan shalat sunnah setelah dua rokaat shalat subuh dan setelah ishfirar (sinar matahari kekuning-kuningan menjelang terbenam) yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
5. Setelah shalat Asar sampai matahari terbenam.
Dalil pengharaman shalat sunnah ketika matahari terbit, terbenam, dan waktu istiwa' adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari 'Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'Anhu,"Ada tiga waktu dimana kami dilarang shalat oleh Rasulullah pada waktu tersebut atau dilarang mengubur jenazah pada waktu itu, yaitu; saat matahari terbit hingga meninggi, ketika unta yang sedang menderum bangkit dari tempatnya karena terik matahari (waktu istiwa') hingga matahari tergelincir, dan ketika matahari menjelang terbenam."
Adapun pengecualian shalat jumat mengacu pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan periwayat lainnya.
Dalil pengharaman shalat setelah shalat 'Asar sampai matahari terbenam, dan setelah sinar matahari kekuning-kuningan yaitu seperti hadits tentang pelarangan shalat dua rakaat setelah shalat subuh yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Rodhiyallahu 'anhu.
Demikian dari kitab al-Fiqh asy-Syafi'i al-Muyassar.
Hadits yang menjelaskan bolehnya shalat di tanah suci tanpa dibatasi waktu yaitu
"Wahai Bani Abdu Manaf, janganlah melarang orang yang hendak thawaf di Baitullah ini, atau sholat kapan saja, malam atau siang hari."
(HR. Imam Tirmidzi dan periwayat lainnya. Menurutnya, hadits ini Hasan Shahih).
Shalat yang mempunyai sebab itu seperti mengqadha shalat yang tertinggal, baik fardhu maupun sunnah, meskipun mengqadha shalat sunnah menjadi rutinitas (wirid) mengingat sebabnya telah lebih dulu. Hal ini diperkuat oleh Sabda Nabi Shollallahu 'alaihi wasallam:
"Kafaratnya orang yang meninggalkan shalat ialah menunaikannya ketika dia ingat."
(HR. Bukhari-Muslim dan lainnya dari Anas bin Malik).
Dan hadis riwayat Bukhari dan Muslim bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam pernah shalat setelah 'Asar dua rokaat, lalu beliau bersabda, " Dua rokaat tersebut adalah dua rokaat sholat sunnah setelah Dhuhur." Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi Muhammad shollallahu 'alaihi wasallam selalu mengerjakannya (dua rokaat setelah Dhuhur) sampai wafat.
Contoh shalat yang mempunyai sebab lebih dulu yaitu shalat Kusuf (Gerhana), Istisqa'(Memohon Hujan), Tahiyatul Masjid, Sunah Wudhu, Sujud Syukur, dan Sujud Tilawah. Sedangkan sholat sunnah yang mempunyai sebab yang bersamaan yaitu dua rokaat thawaf, shalat jenazah, dan shalat istisqa'. Dalam ash-Shahihain disebutkan tentang taubatnya Ka'ab bin Malik, bahwa dia (Ka'ab) bersujud syukur setelah sholat subuh sebelum matahari terbit.
Diceritakan pula dalam Hadis Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Bilal Radhiyallahu 'anhu, "Wahai Bilal, ceritakan padaku, perbuatan apa yang telah engkau kerjakan dalam Islam hingga aku mendengar langkah sandalmu di surga?
Bilal Radhiyallahu 'anhu menjawab, "Saya tidak melakukan perbuatan yang lebih saya harapkan selain jika saya selesai wudhu, baik pada malam atau siang hari, maka saya shalat sebagaimana ditetapkan kepada saya."
Adapun shalat yang mempunyai sebab terakhir yaitu seperti dua rokaat istikharah dan shalat sunnah ihram. Shalat seperti ini jika dilakukan pada waktu makruh, hukumnya tidak sah, seperti halnya shalat yang tidak mempunyai sebab.
Kelima waktu yang diharamkan atau makruh tahrim menunaikan shalat adalah
sebagai berikut:
1. Waktu matahari terbit sampai naik setinggi tombak.
2. Waktu Istiwa' atau zawal (matahari tergelincir sebelum masuk waktu Dhuhur) kecuali pada hari Jum'at sampai waktu ini berlalu.
3. Waktu matahari berwarna kekuning-kuningan sampai matahari terbenam, baik sudah melaksanakan Shalat 'Asar maupun belum.
4. Waktu setelah shalat subuh sampai matahari naik setinggi tombak dalam pandangan mata. Karena ada larangan shalat sunnah setelah dua rokaat shalat subuh dan setelah ishfirar (sinar matahari kekuning-kuningan menjelang terbenam) yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
5. Setelah shalat Asar sampai matahari terbenam.
Dalil pengharaman shalat sunnah ketika matahari terbit, terbenam, dan waktu istiwa' adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari 'Uqbah bin Amir Radhiyallahu 'Anhu,"Ada tiga waktu dimana kami dilarang shalat oleh Rasulullah pada waktu tersebut atau dilarang mengubur jenazah pada waktu itu, yaitu; saat matahari terbit hingga meninggi, ketika unta yang sedang menderum bangkit dari tempatnya karena terik matahari (waktu istiwa') hingga matahari tergelincir, dan ketika matahari menjelang terbenam."
Adapun pengecualian shalat jumat mengacu pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan periwayat lainnya.
Dalil pengharaman shalat setelah shalat 'Asar sampai matahari terbenam, dan setelah sinar matahari kekuning-kuningan yaitu seperti hadits tentang pelarangan shalat dua rakaat setelah shalat subuh yang disebutkan dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah Rodhiyallahu 'anhu.
Demikian dari kitab al-Fiqh asy-Syafi'i al-Muyassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar