Kamis, 29 Agustus 2013

CINTA DAN MAWADDAH (Dari kajian-kajian Tafsir al-Quran dan beberapa referensi yang relevan)


Cinta merupakan satu kata yang bukan saja menyenangkan tapi juga dibutuhkan, tidak hanya oleh manusia, namun jg oleh smua mahluk hidup.

Cinta adalah anugerah Allah. Cinta adalah sesuatu yang mengantar kepada kebahagiaan. Cinta mudah diucapkan, namun sulit untuk dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan, sementara pakar mengatakan ia tdk dpt dilukiskan, karena itu hanya gejala-gejalanya saja yg dpt dijelaskan.

Begitu banyak definisi tentang cinta yang dikeluarkan oleh para pakar, namun tidak satupun diantaranya yang bisa menggambarkan cinta itu secara utuh dan menyeluruh. Namun, yang pasti cinta mendorong seseorang untuk melakukan hal-hal yang positif. Banyak karya-karya besar manusia yang lahir dari cinta, coba tengok megah nan cantiknya Taj Mahal, lihatlah Candi Borobudur atau Candi Prambanan yang menakjubkan, indahnya syair-syair Homerus, dan masih banyak lainnya yang kesemuanya itu lahir dari cinta.

Manusia terdiri dari jasmani, akal dan rasa. Akal memiliki logika, dan cinta pun memiliki logikanya sendiri. Akal tidak dapat menggabungkan dua hal yang bertolak belakang, tetapi cinta dapat menggabungnya. Bukankah ada sementara orang yang berkata “benci tapi rindu” atau "berharap namun cemas"???. Bagaimana dua hal yang bertentangan ini dapat bertemu kalau bukan rasa yang mempertemukannya.

Jenis cinta ada bermacam-macam. Ada cinta kepada Tuhan, ada cinta kepada harta, ada cinta kepada manusia, dsb. Cinta-cinta itu ada yg cepat perolehannya, namun jg cepat layunya. Ada yg lambat perolehannya, baru terkesan di hati, namun lambat pula pudarnya, bahkan tidak pernah pudar sama sekali, dsb.

Cinta kepada Allah dibuktikan dengan taat dan patuh kepada-Nya. Taat menjalankan perinta-perintah-Nya, patuh menjauhi dan menghindari semua larangan-Nya. Allah mencintai mereka yang muhsinin, orang-orang yang berbuat baik kepada orang yang pernah melakukan kesalahan kepadanya. Allah mencintai orang-orang yang bertakwa, yang sabar, bertaubat, yang bersatu padu, yang mengikuti Nabi Muhammad dan mereka yang berakhlak mulia.

Cinta kepada sesama manusia ada beberapa aspek, seperti cinta kepada pasangan, cinta kepada anak, cinta kepada orang tua, cinta kepada guru dan yang lainnya.

Cinta kepada manusia adl sebuah dialog antar dua aku. Cinta kepada manusia bukanlah melebur siapa yang dicintai kepada diri kita. Cinta kepada manusia harus tetap memelihara kepribadian yang dicintainya, tidak memaksanya menjadi seperti diri kita.

Cinta kepada manusia bermula dari pengenalan kepadanya, kemudian timbul sebuah penghormatan, lalu timbul tanggung jawab dan akhirnya timbul kesetiaan. Tanpa hal-hal tersebut, maka semua itu bukanlah cinta. Bukanlah cinta, mereka yang tidak mengenal orang yang dicintainya, bukanlah cinta bagi mereka yang tidak menghormati siapa yang dicintainya, bukanlah cinta jika dia melecehkan orang yang dicintainya, dan bukanlah cinta mereka yang tidak setia kepada yang dicintainya.

Puncak dari cinta manusia kepada pasangannya oleh al-Qur’an dinamai mawaddah, yaitu kosongnya jiwa dari segala yang buruk. Sehingga betapa pun buruk yang dicintai, hatinya tidak pernah melihat keburukannya itu. Betapa pun buruk perlakuan pasangannya, hati telah kosong dari segala keburukannya sehingga yang buruk pun dilihat menjadi kebaikan. Mawaddah jg disebut cinta plus. Bukankah yg mencintai sesekali hatinya kesal, sehingga cintanya pudar, bahkan putus. Tetapi yg bersemai dalam hati mawaddah, tidak lg akan memutuskan hubungan, seperti yg biasa terjadi pada org yg bercinta. Ini disebabkan karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, shg pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yg mungkin datang dari pasangannya). Dan inilah yg harus diperjuangkan bg orang-orang yg menjalin "cinta kasih".

MAKNA SAKINAH, MAWADDAH, WA ROHMAH DAN TALI-TEMALI PEREKAT PERNIKAHAN

1. Sakinah (ﺴﻜﻨﺔ), terambil dari kata sakana yaitu diam, tenang setelah sebelumnya goncang dan sibuk. Dari sini, rumah dinamai maskan karena dia tempat memperoleh ketenangan setelah sebelumnya si penghuni sibuk di luar rumah. Allah mensyari’atkan bagi manusia pernikahan, agar kekacauan pikiran dan gejolak jiwa karena naluri untuk mempertahankan eksistensinya dan pemenuhan kebutuhan untuk selalu dekat dengan pasangannya dapat mereda dan masing-masing memperoleh ketenangan.

2. Mawaddah (مودة), terambil dari akar kata yang terdiri dari huruf-huruf ﻭ (wawu), dan ﺩ (dal) berganda (tasydid), yang mengandung arti cinta dan harapan. Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dia adalah cinta plus. Bukankah yang mencintai, sesekali hatinya kesal sehingga cintanya pudar bahkan putus. Tetapi yg bersemai dalam hati mawaddah, tidak lg akan memutuskan hubungan, seperti yg biasa terjadi pada org yg bercinta. Ini disebabkan karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, shg pintu-pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yg mungkin datang dari pasangannya). “Kalau Anda menginginkan kebaikan dan mengutamakannya untuk orang lain, maka Anda telah mencintainya. Tetapi jika Anda menghendaki untuknya kebaikan, serta tidak menghendaki untuknya selain itu – apapun yg terjadi – maka mawaddah telah menghiasi hati Anda.

3. Rohmah (ﺭحمة), makna kata ini mirip dg kata mawaddah. Sementara ulama menjadikan tahap rahmat pd suami-istri lahir bersama lahirnya anak, atau ketika pasangan suami istri itu tlah mencapai usia lanjut. Ini krn rahmat, “tertuju kpd yg dirahmati, sedang yg dirahmati itu dlm keadaan butuh, dan dg demikian rahmat tertuju kpd yg lemah” dan kelemahan dan kebutuhan itu sangat dirasakan di masa tua.

TALI-TEMALI PEREKAT PERNIKAHAN

Cinta, mawaddah, rahmah, dan amanah Allah, itulah tali-temali ruhani perekat pernikahan, sehingga kalau cinta pupus dan mawaddah putus, masih ada rahmat, dan kalau pun ini tidak tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama, amanahnya terpelihara, karena Al-Quran memerintahkan.

 وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
Pergaulilah istri-istrimu dengan baik, dan apabila kamu tidak lagi menyukai (mencintai) mereka (jangan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, tetapi Allah menjadikan padanya (di balik itu) kebaikan yang banyak. (QS. Al-Nisa’ [4]: 19)

Rabu, 28 Agustus 2013

KEBERPASANGAN ADALAH FITRAH


Keberpasangan adalah fitrah. Oleh karena itu, setiap makhluk pasti mempunyai pasangan. Marilah kita lihat sejenak dalam kehidupan alam semesta ini, semua mempunyai pasangan. Ada jantan, ada betina, ada siang, ada pula malam. Bahkan sesuatu yg dulu belum kita ketahui ternyata mempunyai pasangan, misalnya dalam atom dikenal istilah proton (+) dan elektron (-). Keberpasangan juga merupakan fitrah bagi kita, manusia. Namun, keberpasangan antara alam dan manusia mempunyai perbedaan. Mari kita perhatikan ayat-ayat di bawah ini:

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“(Allah) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar  lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Syura [42]: 11)

Binatang ternak berpasangan untuk berkembang biak, manusia pun demikian, begitu pesan ayat di atas. Tetapi dalam ayat di atas tidak disebutkan kalimat mawaddah dan rahmah, sebagimana ditegaskan ketika Al-Quran berbicara tentang pernikahan manusia.


“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS. Al-Rum [30]: 21)

Mengapa demikian? Tidak lain karena manusia diberi tugas oleh-Nya untuk menjadi khalifah di bumi.

Pada dasarnya, manusia tidak senang dengan kesendirian. Ia membutuhkan teman untuk mencurahkan isi hatinya, dengan ngobrol, bercanda, dan menumpahkan isi hatinya kepada orang yang disayanginya. Oleh karena itu, agama mensyariatkan pernikahan agar keberpasangan dapat menjadi ketenangan bagi umat manusia.

SIAPAKAH PASANGAN KITA? – EGALITARIANISME DLM PERNIKAHAN –

Pasangan kita tidak lain adalah suami (istri) kita. Dia bukanlah orang lain, tetapi dia adalah diri kita. Apabila kita menginginkan sesuatu, maka sebelum kita mengucapkan, suami (istri) kita sudah dapat menebaknya dengan tepat apa yang kita inginkan, karena dia adalah diri kita. Begitu pula sebaliknya. Semakin terjadi persesuaian antara suami-istri, maka semakin bahagialah mereka.
Untuk itu dalam memilih pasangan perlu ada kesetaraan, baik itu kesetaraan dalam beragama, kesetaraan dalam konsep hidup, kesetaraan dlm berfikir, dll. Nabi pun menganjurkan “lihatlah wanita itu sebelum kau nikahi”. Nabi mengatakan seperti itu dg maksud melanggengkan pernikahan.
Berkaitan dg kesetaraan dlm pandangan hidup dan kesetaraan dlm beragama, maka tidak dianjurkan menikah antar agama. Larangan ini dilatarbelakangi oleh keinginan menciptakan “sakinah” dalam keluarga yg merupakan tujuan pernikahan. Perkawinan baru akan langgeng dan tentram kalau ada persamaan antara suami-istri. Jangankan perbedaan agama, perbedaan budaya atau bahkan perbedaan pendidikan pun tidak jarang menimbulkan kesalahpahaman dan berakibat kegagalan dalam mencapai tujuan mahligai pernikahan.


PERBEDAAN DALAM PERSAMAAN

Berpasangan itu harus ada bedanya. Misalnya sepatu kanan harus berbeda dengan sepatu kiri agar bisa digunakan. Tajam dan kuatnya jarum harus diimbangi dengan lemahnya kain agar dapat digunakan menjadi baju. Seandainya tajam dan kuatnya jarum itu tidak diimbangi dg lemahnya kain, tapi dg kerasnya kain seperti tembok, maka kita tidak dapat membuat baju.
Apakah lemahnya kain, menandakan rendahnya derajat kain? Tidak. Itu merupkn fenomena kesetaraan, karena kuatnya jarum kalau ia sendirian, tanpa kain, maka tidak akan terbentuk baju. Karena itu, manusia yg sendirian maka banyak sesuatu yg belum optimal atau terwujud.
Keberpasangan sesungguhnya adalah menyatukan jiwa, pikiran, perasaan dan jasmani kepada suami (istri) kita.

SEMOGA KITA BERHASIL...