Jumat, 27 September 2013

Qasidah Sayyidina Hasan bin Tsabit Rodhiyallahu ‘Anhu Tatkala kewafatan Rasulullah Shollallahu ‘alaihi Wa sallam




أطَالَتْ وُقُوفَاتَدْرِفُ الْعَيْنَ جُهْدَ هَا عَلَى طَلَلِ الْقَبْرِ الَّذِي فِيْهِ اَحْمَدُ

Lama kutegak dg airmata deras mengalir menghadap gundukan tanah yang padanya ahmad (muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam)

 لَقَدْ غَيَّبُواحُلْمًاوَعِلْمًا وَرَحْمَةً عَشِيَّةَ عَلَّوْهُ الْثَرَى لَا يُوَسَّدُ
Sungguh kami dan mereka telah kehilangan orang yang paling berkasih sayang dan lembut,samudera ilmu, dan kelembutan yang ramah, di petang ketika jasad beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam ..ditumpahkan tanah tanpa bantal

وَرَاحُوابِحُزْنٍ لَيْسَ فِيْهِمْ نَبِيُّهُمْ وَقَدْ وَهَنَتْ مِنْهُمْ ظُهُورٌ وَأِعْضُدُ
Dan satu persatu mereka pergi dengan penuh kesedihan kehilangan nabi yang selalu bersama mereka, yang membuat lemas pundak dan lutut mereka

يُبَكّونَ مَنْ تَبْكِي السّمَوَاتُ يَوْمَهُ وَمَنْ قَدْ بَكَتْهُ الْأِرْضُ فَالنّاسُ اَكْمَدُ
Mereka terus menangis, yang jagad raya menangis dihari itu, dan makhluk mulia yang ditangisi bumi dan orang-orang dalam kebingungan

وَهَلْ عَدَلَتْ يَوْمًارَزِيّةَ هَالِكٍ رَزِيّةَ يَوْمٍ مَاتَ فِيهِ مُحَمّدُ؟
Dan adakah hari musibah yang seimbang dengan hari musibah dan kesedihan hari wafat padanya Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam ?

فَبَكِّي رَسُولَ للهِ يَا عَيْنُ عَبْرَةً وَلَا اِّعْرِفَنَّكِ الدّهْرَ دَمْعُك يُذْمَدُ
Maka tangisilah Rasulullah wahai mata sebagai tanda bukti , agar jangan sampai zaman/ masa tidak mengenalmu tentang tetesan airmatamu yang tetap membeku dengan hal ini.

وَمَا لَكِ لَا تَبْكِيْنَ ذَا النِّعْمَةِ الّتِي عَلَى النّاسِ مِنْهَا سَابِغٌ يُتَغَمَّدُ
Dan apa yang menyebabkanmu tetap menahan tangis atas wafatnya sang pembawa kenikmatan pada seluruh manusia menyempurnakan kenikmatan yang padanya ummat ini menikmati limpahannya

فَجُودِي عَلَيْهِ بِالدّ مُوعِ وَأِعْوِلِي لِفَقْدِ الَّذِي لَا مِثلُهُ الدّهْرَ يُوجَدُ
Maka jangan kikir atas hal ini dengan airmata dan tersedu keras menangis, ketika kehilangan yang tiada akan di jumpai makhluk menyamainya sepanjang zaman.

وَمَا فَقَدَالْمَاُضونَ مِثْلَ مُحَمّدٍ وَلَا مِثْلُهُ حَتىَّ الْقِيَا مَةِ يُفْقَدُ
Tiada kehilangan selamanya, seperti kehilangan muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam yang tiada menyamai kehilangannya (shollallahu ‘alaihi wa sallam) hingga kiamat

مَا بَالُ عَيْنِكَ لَا تَنَامُ كَأَ نّمَا كُحِلَتْ مَآ قِيهَابِكُحْلِ الْاِّ رْمَدِ
Bagaimana pendapatmu jika matamu tidak bisa tertidur, karena terus dipenuhi airmata yang basah dan mengering.

جَزَعًاعَلَى الْمَهْدِيّ اَصْبَحَ ثَاوِيًا يَاخَيْرَ مَنْ وَطِئَ اَلْحَصَى لَا تَبْعَدِ
Guncangan yang mengagetkan hati pada pusara wahai yang semulia mulia makhluk dalam pendaman tanah, (wahai nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam) janganlah menjauh.

وَجْهِي يَقِيكَ التُرْبَ لَهْفِي لَيْتَنِي غُيّبْتُ قَبْلَكَ فِي بَقِيْعِ الْغَرْقدِ
Wajahku menatapmu wahai tanah , alangkah beruntungnya jika aku mati dan terpendam sebelummu (wahai Rasul shollallahu ‘alaihi wa sallam) dan sudah terkubur di pekuburan baqi’

بِاَّبِي وَاُمِي مَنْ شَحِدْتُ وَفَاتَهُ فِي يَوْمِ الَا ثُنَيْنِ النَّبِيّ
Demi ayahku dan ibuku , siapa yang menyaksikan seperti ku wafat beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam di hari senin nabi pembawa hidayah.

فَظلِلْتُ بَعْدَ وَفَاتِهِ مُتَبَلِّدًا مُتَلَدِّدًا يَا لَيْتَنِي لَمْ اٌولَدِ
Maka kulewati kebingungan dalam kehidupan dalam kehidupanku setelah wafat beliau, kegundahan, wahai alangkah indahnya jika aku tidak pernah dilahirkan.

أِاٌقِيمُ بَعْدَكَ بِالْمَدِينَةِ بَيْنَهُمْ يَالَيْتَنِي صُبِّحْتُ سَمّ الْاَّ سْوَدِ
Apakah aku mampu tinggal di madinah setelahmu shollallahu ‘alaihi wa sallam diantara mereka, alangkah indahnya jika diperbolehkan ku teguk racun yang paling mematikan

وَاللهِ اِّسْمَعُ مَا بَقِيتُ بِهَالِكٍ أِلَّا بَكَيْتُ عَلَى النَّبِي مُحَمَّدِ
Demi Allah (jika kelak) aku mendengar musibah selainnya, kecuali tetap aku akan menangisi Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam

يَاوَيْحَ أنْصَارِ النَّبِيّ وَرَهْطِهِ بَعْدَ الْمُغَيّبِ فِي سَوَاءِ الْمَلْحَدِ
Wahai kesusahanlah menimpa anshar Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam dan kelompoknya (muhajirin) setelah diturunkan dan hilangnya tidak tampak lagi tubuhmu (wahai Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam) ditanah yang terhampar..

ضَاقتْ بِالْاِّ نْصَارِ الْبلَادُ فَأِصْبَحُواسُو­دَاوُجُوهُهُمْ كَلَوْنِ الْاٍ ثْمِدِ
Sempitlah bagi anshar tempat tinggalnya, mereka berubah wajahnya menjadi suram dan kelam bagai warna penghitam mata….

وَاللهُ أِكْرَمَنَابِهِ وَهَدَى بِهِ أنْصَارَهُ فِي كُلِّ سَاعَةِ مَشْهَدِ
Maka semoga allah memuliakan kita dengan beliau shollallahu ‘alaihi wa sallam dan melimpahkan hidayah, kepada semua pembela beliau di setiap waktu dan tempat

صَلّى الْاٍ لَهُ وَمَنْ يَحُفّ بِعَرْ شِهِ وَالطّيّبُونَ عَلَى المُباَرَكِ أحْمَدِ
Sholawat Tuhanku dan yang mengelilingi arsy-Nya subhanahu wa ta’ala, dan limpahan sholawat dari hamba-hamba yang penuh kebaikan berlimpah pada Ahmad (Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam) yang dilimpahi keberkahan

Kamis, 26 September 2013

CINTAKU dan CINTAMU

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa seorang wanita shalihah menjadi pelayan dalam sebuah rumah. Ia senantiasa melaksanakan shalat malam. 
 
Suatu hari, sang majikan mendengar doa-doa yang ia baca dalam sujudnya.
Katanya, "Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan cinta-Mu kepadaku agar Engkau memuliakanku dengan bertambahnya ketakwaan di hatiku ........dan seterusnya." 
 
Begitu ia selesai shalat, sang majikan bertanya kepadanya,"Dari mana kamu tahu kalau Allah mencintaimu?. Mengapa tidak kamu katakan saja,'Ya Allah, aku mohon kepada-Mu dengan cintaku kepada-Mu?'"
 
Ia menjawab,"Wahai tuanku, kalau bukan karena cinta-Nya kepadaku, mana mungkin Dia membangunkan aku pada waktu-waktu seperti ini. Kalau bukan karena cinta-Nya kepada ku, mana mungkin Dia membangunkan aku untuk berdiri (shalat) menghadap-Nya. Kalau bukan karena cinta-Nya kepadaku, mana mungkin Dia menggerakkan bibirku untuk bermunajat kepada-Nya?."

========================
Dikutip dari kitab al-Hubb fil Quran wa Daurul Hubb fii Hayaatil Insaan

Minggu, 08 September 2013

BERBAIKSANGKA KEPADA ALLAH

Di dalam Kitab Sullamut taufiq, al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad menuliskan beberapa kewajiban yg berkenaan dg hati, di antaranya adalah husnudhon kepada Allah.

Husnudhon kepada Allah berarti mempunyai sangka baik kepada Allah. Banyak cara di dalam husnudhon kepada Allah, baik dengan memahami sifat-sifat Allah yang Maha Suci dan Maha Mulia, atau dg melihat pemberian dan anugrah Allah yg begitu luas dan banyak. Dg demikian, manusia akan bertambah iman ,ketaatan, dan syukur kepada-Nya, meskipun ada masalah-masalah yg menimpa dirinya.

Husnudhon kepada Allah dlm melaksanakan amal, tidak lain adalah dg cara memperbagus ibadah dan amal soleh, dan mengharapkan ampunan(maghfiroh) Allah. Lawan husnudhon adalah suudhon(berprasangka buruk). Contoh suudhon kepada Allah adalah bahwa Allah tidak mendengar doanya, karena dia banyak dosanya. Atau merasa banyak dosa, shg enggan meminta ampun kepada Allah, krn khawatir/takut dimurkai Allah. Suudhon jg bisa membawa akibat orang pesimis dan berputus asa kpd rohmat Allah. Adakalanya seorang hamba suudhon kpd Allah, krn ia merasa telah melaksanakan ibadah dg baik (sholat misalnya), telah berdzikir, telah berdoa, telah sedekah, tetapi sampai saat ini, ia belum menerima pemberian Allah. Ia merasa permohonannya tidak didengar dan tidak diterima oleh Allah.

Tidak semestinya seorang hamba berpikiran dan berperasaan sempit seperti itu. Bukankah Allah telah dan terus memberikan nikmat kepadanya? Bukankah nafas masih dikandung badan dan aktivitasnya merupakan anugrah dari-Nya?. Hanya manusia yg tak mau memikirkan dg baik bahwa anugrah Allah sangatlah banyak dan bahkan tak mampu dihitung. Ia hanya meminta dan menuntut, namun tak mau koreksi diri dan memikirkan bahwa anugrah Allah yg telah dan terus diberikan kepada-Nya begitu banyak. Dan penyakit ini, jika tak mampu disembuhkan, bisa menyebabkan putus harapan dan pesimis.

استغفر الله العظيم

Tetaplah tersenyum, karena ada rencana Allah yg lebih baik bagimu.... ^_^

الحمدلله رب العلمين

SEMOGA BERMANFAAT DAN BAROKAH

Selasa, 03 September 2013

Washiat al-Imam Abu Hanifah an-Nu’man Kepada Para Pemuda

ولا تتوزوج الا بعد أن تعلم أنك تقدر على القيام بجميع حوائجها واطلب العلم أولا ثم اجمع المال من الحلال ثم تزوج, فانك ان طلبت المال في وقت التعلم عجزت عن طلب العلم ودعاك المال الى شراء الجواري والغلمان وتشتغل بالدنيا والنساء قبل تحصيل العلم, فيضيع وقتك ويجتمع عليك الولد ويكثر عيالك فتحتاج الى القيام بمصالحهم وتترك العلم.

Janganlah engkau (terburu-terburu) menikah kecuali setelah engkau tau bahwasanya engkau sudah mampu untuk bertanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan-kebutuhan istrimu.

Carilah ilmu terlebih dahulu, kemudian (setelah punya ilmu) kumpulkanlah harta benda dari jalan yang halal lalu menikahlah.

Jika engkau mencari harta benda di tengah-tengah waktumu mencari ilmu, maka engkau akan lemah di dalam mendapatkan ilmu, karena harta benda selalu mengajakmu untuk terus berniaga dengan orang-orang sekitarmu, dan engkau akan tersibukkan dengan urusan dunia juga wanita sebelum engkau benar-benar mendapatkan ilmu.

(Jika itu yang terjadi) maka waktumu akan tersia-siakan, dan engkau akan mempunyai banyak anak, keluargamu akan menjadi semakin banyak juga. Oleh karena itu, maka engkau akan sangat berhajat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka dan engkau lalu meninggalkan ilmu.

واشتغل بالعلم في عنفوان شبابك ووقت فراغ قلبك وخاطرك ثم اشتغل بالمال ليجتمع عندك, فان كثرة الولد والعيال يشوش البال, فاذا جمعت المال فتزوج.

Sibukkanlah waktumu dalam mencari ilmu pada masa-masa mudamu, pada waktu hatimu masih senggang dari banyak pikiran, kemudian setelah itu (setelah ilmu berhasil diraih), sibukkanlah dirimu untuk mengumpulkan harta benda, karena sesungguhnya banyaknya anak dan keluarga akan mengganggu pikiran. Dan ketika harta sudah kau raih, maka menikahlah.

*Di nukil dari kitab al-Asybah wa an-Nadzoir li Ibni Najm
piss-ktb.com/2013/02/2228-mencari-ilmu-dahulu-lalu-baru.html